Sekelumit Silsilah/Tarombo Maruhum Sidauruk dari Siraja Batak:
SiRaja Batak:
Raja Isumbaon:
Tuan Sori Mangaraja-NaiAmbaton:
Tuan Sorba di Banua- Silo Raja SiAmbaton:
Tuan Sorba di Banua- Silo Raja SiAmbaton:
(Tamba atau Munthe Tua,yang menjadi pro kontra sebagai leluhur Garis Patrilinial Sidauruk):
Raja Siteppang :? (sda)
Sitanggang Silo:
Raja Pangadatan: (ada yang bilang dari Simanihuruk,Cuma aku kurang yakin).
Pane Bolon_Raja SIDAURUK/Ompunta SiTungko nabolon.
0. Op. Sidauruk/br. Sihaloho?? :
1. Op. Jabonar/br. Sinaga2. Op. Janatikkos/br. Sihaloho
3. Op. Mularaja/br. Sihaloho
4. Op. Bona Oloan/br Purba
5. Op. Pintu Batu/br. Sihaloho :
6.1. Op. Pilian Ni Aji
/br. Purba(Simanindo)
6.2. Op. Jaimbo/Br Hotang,br. Silalahi,
Br. Manik,...??(Raut Bosi)
Hita sian Pinopparni Op.Jaibbo ima 6 anakna ima:
1. Op. Mataniari, 2. Op.Saloppoan, 3. Op.Marhalioho, 4. Guru Sumuttul, 5. Guru Sosuharon, 6. Op. Bul bul.
Alai molo dihuta ta no 1s/d 3 do sering dijouhon dipesta alasanna no 4,5,6 lahir diluar simanindo ninna.
Dan di Sinuan adalah Ompung kami yaitu no dua Ompu Sohalompoan.
Sementara no satu Ompu Mataniari dan no tiga Ompu Marhalioho tinggal di Raut Bosi.
Kami sendiri di Sinuan,
Jadilanjutma muse Pinopparni Op. Saloppoan 5 ima:
1.Op. Janame, 2. Op. Ruma Debata (inilah kami sendiri)3. Op.Sahang , 4. Op.Toba, 5. Op.Dumohor.
Aku sendiri dari:
Ompu Ruma Debata;
Ompu Pira:
Ompu Toga Monang:
Ompu Togi:
Maruhum Sidauruk(ahu sendiri)
Namun ada informasi dari Amparanta Dian Sidauruk dari Bali,yang pantas juga kita perhatikan dan pertimbangkan sebagai bahan pelengkap penelitian. Karena masih banyak juga yang perlu diperhatikan kejanggalan setiap sumber dan data yang sudah ada dan tersebar hingga saat ini:
Raja Isombaon (Raja Isumbaon atau Raja Sumba) memperanakkan Tuan Sori Mangaraja.
Tuan Sori Mangaraja mempunayi 3 orang istri yaitu:
Tuan Sori Mangaraja mempunayi 3 orang istri yaitu:
1.Siboru Biding Laut yang setelah mempunyai anak berubah panggilan menjadi Nai Ambaton.
2.Siboru Anting Malela yg setelah mempunyai anak berubah panggilan menjadi Nai Rasaon.
3.Siboru Sanggul Haomasan yg setelh mempunyai anak berubah panggilan menjadi Nai Suanon.
1. Nai Ambaton mempunyai anak yaitu Tuan Sorba Di Julu yang bergelar Ompu Raja Bolon (Nabolon)
2. Nai Rasaon mempunyai anak yaitu Tuan Sorba Di Jae yang bergelar Raja Mangarerak.
3. Nai Suanon mempunyai anak yaitu Tuan Sorba Di Banua (tidak diketahui gelarnya)
Note: Siboru Biding Laut dan Siboru Anting Malela adalah putri kedua dan ketiga dari Guru Tatea Bulan sedangkan Siboru Sanggul Haomasan tidak diketahui puri siapa dia. Sedangkan putri pertama dari Guru Tatea Bulan adalah Siboru Pareme yang menikah dengan saudara kandungnya yaitu Tuan Saribu Raja. Ingat babiat sitempang dan ende Siboru Pareme? Putri ke 4 dari Guru Tatea Bulan adalah Nan Tinjo (marporhas atau martihas: laki nggak perempuan juga nggak). Guru Tatae Bulan mempunyai 4 putri.
Versi I (diterima mayoritas Parna) adalah: Tuan Sorba Di Julu (Ompu Raja Bolon) mempunyai 4 anak yaitu: Simbolon, Tamba, Saragi dan Munte. Dari Simbolonlah lahir Nahampun yang sekarang ada di Barus bersama semarganya yaitu Tendang, Parmesawari, Barasa dll. (saya lupa). Buku tarombo ini dipinjam orang dari saya tapi tidak dikembalikan. Dasar pangoto-otoi, mauf ma i.
Versi II (hanya sedikit yang menerima ini dan penerimaan inipun hanya sebagai penghargaan terhadap suatu pendapat) adalah : Tuan Sorba Di Julu (Ompu Raja Bolon) mempunyai 5 anak yaitu: Simbolon, Tamba, Saragi, Munte dan Nahampun (Sianahampun).Versi inilah yang mengatakan bahwa Siallagan, Simarmata, Siadari, Sidabalok, Turnip, Sidauruk dan Sitio adalah garis keturunan dari Datu Parngongo atau Datu Porang Ni Aji atau Raja Sitempang. Datu Parngongo adalah generasi ketiga dari Tamba. Note: Dalam versi ini Turnip adalah abang-nya Sidauruk.
Note: Di Sangatta, Kaltim ada seorang Nahampun dan mengaku bahwa mereka dari Simbolon. Di Jakarta saya bertemu dengan seorang Nahampun tapi sudah sedikit lilu tapi masih mengaku dari Simbolon. Di Sangatta, Kaltim ada seorang Barasa mengaku bahwa mereka dari Naibaho. (pergeseran dari Barasa ke Naibaho mungkin bisa terjadi karena ada Sidauruk kelompok Naibaho yaitu Naibaho Sidauruk). Di Bontang, Kaltim ada seorang Barasa mengaku bahwa mereka Parna.
Note: Nai Ambaton bukan Raja. Dia perempuan sama dengan Nai Rasaon dan Nai Suanon.
Informasi dari:
Saudara kita Freddy hasiholan Sidauruk,
Ada beberapa bagian hampir sama dan sedikit perbedaan yang saya dengar dari punguan Parporata (Parsadaan Pomparan Raja Sitelpang / Sitanggang). Ini salah satu versi lainnya untuk menambah wawasan kita mengenai berbagai versi Silsilah Sidaur...uk. Mengenai versi tersebut, alangkah baiknya jika yang memiliki informasi lebih lanjut agar disampaikan dalam forum ini. Parporata merupakan Parsadaan yang diakui Parna terkait untuk mengantisipasi perselisihan masalah siapa siakkangan antara Sitanggnag atau Simbolon. Punguan ini didirikan pertama kali di Sumatera Utara.
1. Versi Mengenai Sitanggang:
Sitanggang (menurut Parporata) katanya tidak masuk keturunan Munte Tua, tapi dari garis keturunan (pihak ibu?) yang lain dan sederajat dengan 4 bersaudara Simbolon, Munte, Saragi dan Tamba. Makanya pada sering terjadi kasus perselisihan mengenai silsilah antara Sitanggang dan Simbolon. Sewaktu merantau dulu sering saya jumpa ada beberapa pihak Sitanggang yang tidak bersedia dan secara keras menolak masuk Parna jika mereka dimasukkan dalam garis keturunan Munte.
Silsilah Sitanggang (lebih jelasnya ditanyakan ke mereka) dimulai dari Raja Sitelpang yang merupakan anak dari yang lahir terakhir dalam kondisi cacat (timpang) dari istri pertama Raja Siambaton (Nai Ambaton adalah ibunya Raja Siambaton (?)), Istri Siambaton yang kedua melahirkan Simbolon Tua yang pertama kali, kemudian Munte Tua pada istri lainnya, begitu seterusnya sesuai versi diatas sampai kemudian Raja Sitelpang yang terakhir lahir dari istri pertama. Raja Sitelpang inilah yang kemudian menurunkan Sitanggang dan Sigalingging.
Maka tidak heran terjadi perselisihan siapa yang lebih tua antara Simbolon dengan Sitanggang. Jika mengikut siapa yang pertama lahir maka Simbolon yang tertua. Namun jika mengikut urutan istri maka Raja Sitelpang (Sitanggang) yang lebih tua. Oleh sebab itu banyak Sitanggang yang tidak mau masuk Parna yang nota bene mengakui Simbolon sebagai yang tertua.
Versi ini pada bagian tertentu, khususnya mengenai Raja Siambaton (?) saya lupa-lupa ingat. Apakah Raja Sitelpang dari urutan Nai Ambaton atau dari urutan lainnya? Saya kurang begitu jelas (maklum sudah lupa).
2. Versi mengenai Hubungan Sidauruk dengan Turnip dan Sitio:
Versi mengenai Sitanggang Silo adalah sama dan benar menurut Parporata, namun mengenai keturunannya sangat berbeda dengan versi ini. Sidauruk dengan Turnip dan Sitio tidak memiliki hubungan darah tetapi hubungan padan. Oleh sebab itu di beberapa daerah punguan Sitolu Tali (Sidauruk, Turnip Sitio) telah bubar dan Sidauruk masuk dalam Sitanggang (Parporata) sebaliknya Turnip dan sitio masuk dalam Munte. Di kota saya punguan ini juga telah bubar.
Versi yang menjadi landasan adalah: Sitanggang Silo melarikan diri oleh sebab kecemburuan saudaranya yang lain dan kemudian menjadi marga Sidauruk, dan adiknya yang lahir kemudian mewarisi tanah yang ditinggalnya untuk kemudian membawakan Sitanggang Silo yang kita kenal sekarang. Sidauruk ini kemudian marpadan dengan Turnip dan Sitio dengan ikatan sama dengan saudara kandung dan tinggal di kampung kita Simanindo. Sitanggang Silo di kota saya mengakui bahwa marga Sidaruk lebih tua (siakkangan) dari mereka.
Mengenai padan ini dapat kita perjelas sambil ziarah ke juru kunci aek Situkko di Pea Jolo (saya cuma satu kali ke sana sewaktu SMP untuk ambil air bagi perobatan bapak saya dan air itu sangat manjur!). Urutan aeknya menggambarkan urutan status siakkangan yakni aek Si Tukko Ihur-ihur untuk marga Sitio paling bawah (sepertinya telah kering), aek Si Tukko Tonga-tonga untuk Turnip (juga telah kering), dan paling atas aek Si Tukko Bona-bona untuk Sidauruk (masih mengalir hingga sekarang).
Selain itu, jika ada yang keberatan, silahkan jawab pertanyaan berikut: Sesuai dengan urutan keturunan munte, dari sitonggor mana kita marga Sidauruk ? Silahkan tunjukkan jika memang ada.
Maaf kalau salah istilah Bataknya, saya masih belajar.
2. Versi mengenai Hubungan Sidauruk dengan Simanihuruk:
Versi mengenai Simanihuruk adalah sebagai berikut:
Marga Simanihuruk bukan adik dari Sidauruk tetapi merupakan keturunan Sidauruk dari garis keturunan Op. Jaimbo. Simanihuruk merupakan cucu dari Op. Jaimbo yang mamaknya Br. Manik.
Ada versi kontra yang menyebutkan jika Simanihuruk adalah turunan dari marga Sidauruk, kenapa lebih banyak yang terlihat marga Simanihuruk? Hal inilah yang landasan bagi penulis buku (yang nota bene dari marga lain) untuk menjelaskan posisi Sidauruk berada dibawah marga-marga lainnya. Oleh sebab itu sering ditulis berbagai versi seperti (1) Sidauruk adalah keturunan Simanihuruk; (2) Sidauruk adik Simanihuruk; Simanihuruk adik Sidauruk (versi diatas); dan lainnya. Dan silsilah dari para penulis inilah yang membuat tarombo kita menjadi semakin kacau. Jika ada marga Simanuhuruk yang bersikeras mengenai hal diatas, dapat dijawab dengan mudah: Pada garis silsilah mana mereka di Sitanggang (harus dikonfirmasi kepada Sitanggangnya dan bukan pernyataan sendiri) atau pada garis silsilah mana mereka di Parna (konfirmasi dengan marga yang berhubungan).
Sitanggang Silo menyatakan bahwa marga kita sederajat dengan mereka dalam posisi si Akkangan dan tidak mengakui Simanihuruk,sebagai garis sederajat dalam silsilah serta tidak mengakui Turnip, dan Sitio. Jika demikian, dari aman jalannya Simanihuruk bisa sederajat atau jadi moyang atau jadi siabangan dari Sidauruk. Silahkan konfirmasikan kembali ke Parporata.
Satu hal yang perlu kita analisa mengenai sedikitnya marga Sidauruk yang terlihat adalah sebagai berikut:
Marga kita merupakan marga yang banyak hilang silsilah/maupun identitasnya oleh sebab berbagai hal, misalnya merantau, adopsi, adaptasi, atau oleh sebab lainnya. Jadi tidak heran banyak Sidauruk menggunakan Saragi atau Saragih sebagai marganya. Selain itu, jika kita cermati dengan banyak bertanya pada orang-orang dari Parna, jangan terkejut jika mereka mengatakan bahwa mereka sebenarnya Sidauruk. Saya sendiri mengalaminya. Saya pernah bertemu beberapa orang bermarga Sumbayak, Sigalingging, dan Garingging yang kemudian mengaku mereka (orang-orang tersebut) sebenar bermarga Sidauruk yang moyangnya dulu merantau ke tanah marga-marga tersebut. Kasus lain yang cukup ekstrim pernah juga saya alami. Sewaktu kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta saya rekan kuliah beda kampus (beliau dari jurusan etnomusikologi) yang identitasnya menggunakan marga Simatupang namun ternyata dia bermarga Sidauruk. Penyebabnya adalah yang bersangkutan dibuat mamaknya ikut marga bapak tirinya, dan dikemudian hari baru dia tahu marga asli mendiang bapaknya. KTP sudah terlanjur salah marga. Jika dimasa modern saja masih terjadi, bagaimana pula dimasa lalu?
Penutup
Jadi begitulah beberapa versi lain mengenai marga kita sebagai tambahan Doc ini. Perlu saya ingatkan juga agar waspada dan berhati-hati menganalisa silsilah marga kita jika hal tersebut bersumber dari buku oleh penulis marga lain. Terlalu banyak hal bertentangan, dan marga kita cenderung dikecilkan dalam versi mereka. Pengakuan posisi marga kita dalam Parorata sendiri pada awalnya mengalami banyak perdebatan antara sesama sitanggang yang yang tidak mau memberikan tanahnya sesuai versi diatas. Waktu itu, Sitanggang Upar dan Sitanggang Silo yang mempertahankan mengenai versi yang saya terangkan ini.
Saya tidak menyatakan atau memaksakan bahwa versi ini pasti benar, tetapi saya hanya menyampaikan alternatif versi yang beredar dikalangan Parporata maupun parna terkait (Parna yang mengakui Parporata) untuk menambah pengetahuan kita.
Polemik penggunaan SARAGI/H sebagai marga dari sebagian Pomparan Sidauruk
1. Versi Mengenai Sitanggang:
Sitanggang (menurut Parporata) katanya tidak masuk keturunan Munte Tua, tapi dari garis keturunan (pihak ibu?) yang lain dan sederajat dengan 4 bersaudara Simbolon, Munte, Saragi dan Tamba. Makanya pada sering terjadi kasus perselisihan mengenai silsilah antara Sitanggang dan Simbolon. Sewaktu merantau dulu sering saya jumpa ada beberapa pihak Sitanggang yang tidak bersedia dan secara keras menolak masuk Parna jika mereka dimasukkan dalam garis keturunan Munte.
Silsilah Sitanggang (lebih jelasnya ditanyakan ke mereka) dimulai dari Raja Sitelpang yang merupakan anak dari yang lahir terakhir dalam kondisi cacat (timpang) dari istri pertama Raja Siambaton (Nai Ambaton adalah ibunya Raja Siambaton (?)), Istri Siambaton yang kedua melahirkan Simbolon Tua yang pertama kali, kemudian Munte Tua pada istri lainnya, begitu seterusnya sesuai versi diatas sampai kemudian Raja Sitelpang yang terakhir lahir dari istri pertama. Raja Sitelpang inilah yang kemudian menurunkan Sitanggang dan Sigalingging.
Maka tidak heran terjadi perselisihan siapa yang lebih tua antara Simbolon dengan Sitanggang. Jika mengikut siapa yang pertama lahir maka Simbolon yang tertua. Namun jika mengikut urutan istri maka Raja Sitelpang (Sitanggang) yang lebih tua. Oleh sebab itu banyak Sitanggang yang tidak mau masuk Parna yang nota bene mengakui Simbolon sebagai yang tertua.
Versi ini pada bagian tertentu, khususnya mengenai Raja Siambaton (?) saya lupa-lupa ingat. Apakah Raja Sitelpang dari urutan Nai Ambaton atau dari urutan lainnya? Saya kurang begitu jelas (maklum sudah lupa).
2. Versi mengenai Hubungan Sidauruk dengan Turnip dan Sitio:
Versi mengenai Sitanggang Silo adalah sama dan benar menurut Parporata, namun mengenai keturunannya sangat berbeda dengan versi ini. Sidauruk dengan Turnip dan Sitio tidak memiliki hubungan darah tetapi hubungan padan. Oleh sebab itu di beberapa daerah punguan Sitolu Tali (Sidauruk, Turnip Sitio) telah bubar dan Sidauruk masuk dalam Sitanggang (Parporata) sebaliknya Turnip dan sitio masuk dalam Munte. Di kota saya punguan ini juga telah bubar.
Versi yang menjadi landasan adalah: Sitanggang Silo melarikan diri oleh sebab kecemburuan saudaranya yang lain dan kemudian menjadi marga Sidauruk, dan adiknya yang lahir kemudian mewarisi tanah yang ditinggalnya untuk kemudian membawakan Sitanggang Silo yang kita kenal sekarang. Sidauruk ini kemudian marpadan dengan Turnip dan Sitio dengan ikatan sama dengan saudara kandung dan tinggal di kampung kita Simanindo. Sitanggang Silo di kota saya mengakui bahwa marga Sidaruk lebih tua (siakkangan) dari mereka.
Mengenai padan ini dapat kita perjelas sambil ziarah ke juru kunci aek Situkko di Pea Jolo (saya cuma satu kali ke sana sewaktu SMP untuk ambil air bagi perobatan bapak saya dan air itu sangat manjur!). Urutan aeknya menggambarkan urutan status siakkangan yakni aek Si Tukko Ihur-ihur untuk marga Sitio paling bawah (sepertinya telah kering), aek Si Tukko Tonga-tonga untuk Turnip (juga telah kering), dan paling atas aek Si Tukko Bona-bona untuk Sidauruk (masih mengalir hingga sekarang).
Selain itu, jika ada yang keberatan, silahkan jawab pertanyaan berikut: Sesuai dengan urutan keturunan munte, dari sitonggor mana kita marga Sidauruk ? Silahkan tunjukkan jika memang ada.
Maaf kalau salah istilah Bataknya, saya masih belajar.
2. Versi mengenai Hubungan Sidauruk dengan Simanihuruk:
Versi mengenai Simanihuruk adalah sebagai berikut:
Marga Simanihuruk bukan adik dari Sidauruk tetapi merupakan keturunan Sidauruk dari garis keturunan Op. Jaimbo. Simanihuruk merupakan cucu dari Op. Jaimbo yang mamaknya Br. Manik.
Ada versi kontra yang menyebutkan jika Simanihuruk adalah turunan dari marga Sidauruk, kenapa lebih banyak yang terlihat marga Simanihuruk? Hal inilah yang landasan bagi penulis buku (yang nota bene dari marga lain) untuk menjelaskan posisi Sidauruk berada dibawah marga-marga lainnya. Oleh sebab itu sering ditulis berbagai versi seperti (1) Sidauruk adalah keturunan Simanihuruk; (2) Sidauruk adik Simanihuruk; Simanihuruk adik Sidauruk (versi diatas); dan lainnya. Dan silsilah dari para penulis inilah yang membuat tarombo kita menjadi semakin kacau. Jika ada marga Simanuhuruk yang bersikeras mengenai hal diatas, dapat dijawab dengan mudah: Pada garis silsilah mana mereka di Sitanggang (harus dikonfirmasi kepada Sitanggangnya dan bukan pernyataan sendiri) atau pada garis silsilah mana mereka di Parna (konfirmasi dengan marga yang berhubungan).
Sitanggang Silo menyatakan bahwa marga kita sederajat dengan mereka dalam posisi si Akkangan dan tidak mengakui Simanihuruk,sebagai garis sederajat dalam silsilah serta tidak mengakui Turnip, dan Sitio. Jika demikian, dari aman jalannya Simanihuruk bisa sederajat atau jadi moyang atau jadi siabangan dari Sidauruk. Silahkan konfirmasikan kembali ke Parporata.
Satu hal yang perlu kita analisa mengenai sedikitnya marga Sidauruk yang terlihat adalah sebagai berikut:
Marga kita merupakan marga yang banyak hilang silsilah/maupun identitasnya oleh sebab berbagai hal, misalnya merantau, adopsi, adaptasi, atau oleh sebab lainnya. Jadi tidak heran banyak Sidauruk menggunakan Saragi atau Saragih sebagai marganya. Selain itu, jika kita cermati dengan banyak bertanya pada orang-orang dari Parna, jangan terkejut jika mereka mengatakan bahwa mereka sebenarnya Sidauruk. Saya sendiri mengalaminya. Saya pernah bertemu beberapa orang bermarga Sumbayak, Sigalingging, dan Garingging yang kemudian mengaku mereka (orang-orang tersebut) sebenar bermarga Sidauruk yang moyangnya dulu merantau ke tanah marga-marga tersebut. Kasus lain yang cukup ekstrim pernah juga saya alami. Sewaktu kuliah di Institut Seni Indonesia Yogyakarta saya rekan kuliah beda kampus (beliau dari jurusan etnomusikologi) yang identitasnya menggunakan marga Simatupang namun ternyata dia bermarga Sidauruk. Penyebabnya adalah yang bersangkutan dibuat mamaknya ikut marga bapak tirinya, dan dikemudian hari baru dia tahu marga asli mendiang bapaknya. KTP sudah terlanjur salah marga. Jika dimasa modern saja masih terjadi, bagaimana pula dimasa lalu?
Penutup
Jadi begitulah beberapa versi lain mengenai marga kita sebagai tambahan Doc ini. Perlu saya ingatkan juga agar waspada dan berhati-hati menganalisa silsilah marga kita jika hal tersebut bersumber dari buku oleh penulis marga lain. Terlalu banyak hal bertentangan, dan marga kita cenderung dikecilkan dalam versi mereka. Pengakuan posisi marga kita dalam Parorata sendiri pada awalnya mengalami banyak perdebatan antara sesama sitanggang yang yang tidak mau memberikan tanahnya sesuai versi diatas. Waktu itu, Sitanggang Upar dan Sitanggang Silo yang mempertahankan mengenai versi yang saya terangkan ini.
Saya tidak menyatakan atau memaksakan bahwa versi ini pasti benar, tetapi saya hanya menyampaikan alternatif versi yang beredar dikalangan Parporata maupun parna terkait (Parna yang mengakui Parporata) untuk menambah pengetahuan kita.
Polemik penggunaan SARAGI/H sebagai marga dari sebagian Pomparan Sidauruk
Polemik penggunaan identitas Saragi dikalangan keturunan Sidauruk pada dasarnya merupakan salah satu aspek fenomenal yang pada akhirnya membuat banyak kerancuan dalam proses penelusuran silsilah dalam sistem tarombo marga kita. Banyak faktor yang menyebabkan terjadi hal ini, seperti yang saya utarakan sebelumnya, misalnya oleh sebab merantau, adopsi, adaptasi, atau oleh sebab lainnya. Hal ini tentu saja sangat manusiawi jika ditinjau berdasarkan perspektif sosial kemasyarakatan. Namun akan menjadi sebuah polemik jika fenomena tersebut tetap dipertahankan dalam lintas generasi.
Salah satu resiko yang ada adalah hilangnya berbagai fakta empiris yang dibutuhkan pada saat generasi berikutnya berupaya untuk menelusuri asal-usulnya dalam silsilah Sidauruk. Perlu di ingat, penggunaan marga Saragi / Saragih merupakan identitas konstekstual yang umum dikalangan marga-marga sesama PARNA sebagai bagian dari proses ikatan adaptasi dan sosialisasi diantara sesama turunan Nai-Ambaton. Dalam geneogram (diagram silsilah) Parna, ada Saragi Tua sebagai salah satu proto-geneologi (nenek moyang dalam urutan tertinggi) yang menurunkan beberapa marga dari PARNA, dan oleh sebab adanya fenomena penggunaan marga Saragi sebagai identitas konstekstual dikalangan PARNA, pada ujungnya menimbukan kerancuan bagi banyak pihak dari kalangan eksternal PARNA.
Kerancuan ini diantaranya, (1) ada yang mengira bahwa PARNA adalah keturunan Saragi Tua atau (2) ada yang mengira bahwa berbagai marga Parna yang menggunakan identitas saragi sebagai identitas alternatif merupakan keturunan langsung dari Saragi Tua. Inilah contoh implikatif dari fenomena penggunaan identitas Saragi bagi kalangan marga-marga yang bukan keturunan Saragi Tua.
Satu lagi yang perlu diingat mengenai penggunaan identitas Saragi adalah mengenai keabsahan Identitas silsilah marga dari pengguna tersebut. Identitas Saragi merupakan identitas kolektif yang digunakan oleh sebagian besar kalangan PARNA pada saat bersosialisasi dengan pihak eksternal. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam konteks internal PARNA maupun jika ditanya lebih lanjut oleh pihak eksternal, masing-masing pengguna masih menggunakan identitas berdasarkan marga aslinya agar terdapat kejelasan identitas dalam struktur geneogram PARNA. Salah satu contohnya, jika kita bertemu dengan seseorang yang menggunakan marga saragi/saragih, bila ditanya lebih lanjut yang bersangkutan tentu akan memberikan identitas marga aslinya dibelakang identitas kolektif tersebut (saragi/saragih). Jadi sangat aneh bukan jika dikalangan marga kita ada yang mengira dapat menggunakan identitas kolektif (saragi/saragih) sebagai identitas pribadi pada saat bersosialisasi dikalangan internal PARNA. Hal ini mudah-mudahan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi saudara-saudara kita yang terkait.
Jadi dalam menyikapi fenomena tersebut, tentu saja kita tidak dapat melarang saudara-saudara kita menggunakan identitas Saragi/h oleh sebab hal tersebut merupakan kebebasan mereka sebagai manusia, namun tidak ada salahnya kita menyarankan kepada mereka agar yang terbaik adalah menggunakan marga asli dengan landasan persuasif berdasarkan wacana diatas. Termasuk kecintaan akan bona pasogit(pencarian silsilah asli di samosir) dan pemendaran jati diri yang sebenarnya.
Mauliate jala Horas ma dihita.
Salah satu resiko yang ada adalah hilangnya berbagai fakta empiris yang dibutuhkan pada saat generasi berikutnya berupaya untuk menelusuri asal-usulnya dalam silsilah Sidauruk. Perlu di ingat, penggunaan marga Saragi / Saragih merupakan identitas konstekstual yang umum dikalangan marga-marga sesama PARNA sebagai bagian dari proses ikatan adaptasi dan sosialisasi diantara sesama turunan Nai-Ambaton. Dalam geneogram (diagram silsilah) Parna, ada Saragi Tua sebagai salah satu proto-geneologi (nenek moyang dalam urutan tertinggi) yang menurunkan beberapa marga dari PARNA, dan oleh sebab adanya fenomena penggunaan marga Saragi sebagai identitas konstekstual dikalangan PARNA, pada ujungnya menimbukan kerancuan bagi banyak pihak dari kalangan eksternal PARNA.
Kerancuan ini diantaranya, (1) ada yang mengira bahwa PARNA adalah keturunan Saragi Tua atau (2) ada yang mengira bahwa berbagai marga Parna yang menggunakan identitas saragi sebagai identitas alternatif merupakan keturunan langsung dari Saragi Tua. Inilah contoh implikatif dari fenomena penggunaan identitas Saragi bagi kalangan marga-marga yang bukan keturunan Saragi Tua.
Satu lagi yang perlu diingat mengenai penggunaan identitas Saragi adalah mengenai keabsahan Identitas silsilah marga dari pengguna tersebut. Identitas Saragi merupakan identitas kolektif yang digunakan oleh sebagian besar kalangan PARNA pada saat bersosialisasi dengan pihak eksternal. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam konteks internal PARNA maupun jika ditanya lebih lanjut oleh pihak eksternal, masing-masing pengguna masih menggunakan identitas berdasarkan marga aslinya agar terdapat kejelasan identitas dalam struktur geneogram PARNA. Salah satu contohnya, jika kita bertemu dengan seseorang yang menggunakan marga saragi/saragih, bila ditanya lebih lanjut yang bersangkutan tentu akan memberikan identitas marga aslinya dibelakang identitas kolektif tersebut (saragi/saragih). Jadi sangat aneh bukan jika dikalangan marga kita ada yang mengira dapat menggunakan identitas kolektif (saragi/saragih) sebagai identitas pribadi pada saat bersosialisasi dikalangan internal PARNA. Hal ini mudah-mudahan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi saudara-saudara kita yang terkait.
Jadi dalam menyikapi fenomena tersebut, tentu saja kita tidak dapat melarang saudara-saudara kita menggunakan identitas Saragi/h oleh sebab hal tersebut merupakan kebebasan mereka sebagai manusia, namun tidak ada salahnya kita menyarankan kepada mereka agar yang terbaik adalah menggunakan marga asli dengan landasan persuasif berdasarkan wacana diatas. Termasuk kecintaan akan bona pasogit(pencarian silsilah asli di samosir) dan pemendaran jati diri yang sebenarnya.
Mauliate jala Horas ma dihita.